Suatu
hari kamu pernah bertanya padaku:"mas, bagaimana laku kita nanti,jika
kita sudah tak saling cinta lagi?""mas, bagaimana nasib cinta nanti,jika
kepedulian satu sama lain sudah mati rasa?""mas, bagaimana nasib doa-
doa nanti,jika cemas tak lagi mau membahasakan kita?""mas, bagaimana
nasib kata-kata nanti,jika mereka tak lagi menguntaikan indah kita?""mas,
bagaimana nasib sepasang mata nanti,jika yang mereka lihat, hanya
bayang hitam semata?""mas, bagaimana nasib keningku nanti,jika bibirmu
tak rutin menciuminya lagi?""mas, bagaimana nasib rambutku nanti,jika
jemarimu tak membelainya lagi?""mas, bagaimana nasib kepalaku nanti,jika
bahumu tak jadi pondok tepi lautnya lagi?""mas, bagaimana nasib
ingatanku nanti,jika senyumanmu enggan bertamu lagi?""mas, bagaimana
nasib orang tuaku nanti,jika tahu anak gadisnya rutin mengurung
diri?""mas, bagaimana nasib lampu-lampu kota nanti,jika terangnya tak
menyatakan bayang-bayang kita lagi?""mas, bagaimana nasib baju-bajuku
nanti,jika wangi tubuhmu tak bersemayam di sana lagi?""mas, bagaimana
nasib puisi-puisi kita nanti,jika jantungnya direnggut oleh
tangan-tangan sepi?""mas, bagaimana nasib langit biru nanti,saat engkau
tak terbang tinggi di sana lagi?""mas, bagaimana nasib masa depanku
nanti,saat kamu, potongan mimpiku, abai dan pergi?" "mas, bagaimana
nasib bagaimana nanti,jika aku terlalu lelah, untuk mempertanyakanmu
lagi?" —Dik, kata-kataku kehilangan tajinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar