Pagi itu Supri berangkat sekolah sambil membawa nampan berisi gorengan yang dia masak dari subuh. Dengan riang gembira dia melangkah menuju sekolah. Supri kecil sudah hidup sebatang kara. Ibunya meninggal saat melahirkannya, sedangkan ayahnya meninggal saat dilahirkan.
Supri
berjualan gorengan demi menafkahi diri dan membayar sekolahnya.
Teman-temannya ada yang mensupportnya, ada juga yang mencibirnya. Tapi
buat Supri, dia nggak bakal ngedengerin komentar pedas orang-orang yang
tak pernah memberinya nasi. Supri sudah terbiasa hidup sendiri, itulah
kenapa dia tak mudah untuk diintimidasi. Supri dulunya tinggal di panti
Asuhan sampe umurnya 6 tahun. Lalu dia mulai belajar hidup mandiri dan
tinggal di rumahnya yang dulu dengan bekal ilmu mengurus diri yang
diajarkan di panti asuhan.
Memang manusia harus bisa menyaring
perkataan orang lain kalo mau kehidupannya maju. Terlalu banyak
mendengarkan omongan orang, akan menggiring kita menjadi sesuatu yang
jauh dari jati diri kita sendiri, alhasil kita cuma jadi "wayang" yang
dikendalikan omongan orang. Orang yang terlalu sering ngedengerin
omongan orang lain daripada dengerin isi hati sendiri itu biasanya
orang-orang yang diperbudak gengsi. Ya, dia lebih peduli sama apa yang
dilihat orang lain, daripada apa yang dia rasakan dan jalani.
Suatu
hari, Supri pernah di-bully oleh kakak-kakak kelasnya di SD. Saat dia
berjualan, para berandalan itu mencicipi gorengannya satu-satu. Mereka
gigitin satu-satu gorengan itu, lalu dibalikin ke nampan sambil bilang, "Ah.. gorenganmu gak enak! Males beli ah!!".
Supri hanya bisa terdiam, sambil doain para benrandalan itu mengalami
sariawan di pantat. Supri tak mau marah, karena baginya amarah tak akan
mampu menyelesaikan masalah, justru akan membuat masalah jadi lebih
parah. Saat itu, ada seorang cewek yang merhatiin Supri sambil tersenyum
penuh haru dari kejauhan.
Saat SMP, Supri mencoba untuk
make strategi lain dalam berjualan gorengan. Dia menitipkan gorengannya
di kantin sekolah dengan pembagian laba 75%:25%. Dan setiap kali dia
pulang sekolah, dia mengambil uang hasil penjualan gorengan dari kantin.
Anehnya, setiap mengambil duit dan nampan wadah gorengannya, selalu ada
10 gorengan tersisa. Padahal dari jumlah uang yang dia terima, harusnya
gorengannya habis semua. Supri bingung dong.. Terus Supri nanya ke
mbak-mbak kantin, "Ini uangnya kebanyakan ya mbak? Gorenganku masih nyisa tuh?"
Mbak kantin cuma jawab, "Iya.. Tadi ada yang beli, udah bayar, tapi nggak jadi ngambil gorengannya.. Ndak tau.. mungkin dia buru-buru". Anehnya, hal itu terjadi berulang kali.
Memasuki
jenjang SMA, Supri masih berjualan gorengan. Tapi caranya udah beda.
Walaupun jualan gorengan, dia tetap mengikuti zaman. Kalo dulu dia
jualan gorengan di kelas, sekarang dia jualan gorengan via instagram.
Jadi tiap ada orang upload foto makanan di instagram, Supri bakal ngasih
komen: "Cek IG aku ya kak.. Ada gorengan gurih dan lezat buat nemenin kamu makan hari ini.. :)"
Gorengan
si Supri variatif. Ada Rainbow Gorengan, Cupcake Goreng, Eskrim Goreng,
dan Donat Goreng. Tentunya dengan menu sevariatif dan seunik itu,
dagangan supri jadi laris banget dong.
Dalam
bisnisnya, Supri mendapatkan banyak sekali pelanggan tetap. Tapi di
antaran pelanggan-pelanggan itu, ada satu pelanggan yang cukup aneh
sikapnya. Pelanggan itu bernama Ningsih. Akun instagramnya
@NingCih_CutezZz. Tuh cewek suka mesen gorengan yang ada di Instagram
Supri via SMS. "Halo.. Aku pesen Rainbow Gorengan 20 ribu ya.. Uangnya udah aku transfer via Paypal."
Kenapa
via Paypal? Karena Ningsih tinggal di Amsterdam. Saat Supri minta
alamat Ningsih untuk mengirimkan gorengannya via FedEx, Ningsih selalu
menolak. Jawaban Ningsih selalu begini,
"Ndak usah dikirim.. Itu aku beli buat kamu kok.. Aku cuma mau mastiin kamu ndak kelaperan hari ini.."
Sebenernya
Supri lumayan bingung dengan sikap Ningsih, tapi dia mencoba untuk
tidak begitu memikirkan siapa Ningsih sebenarnya. Karena Supri percaya:
Orang baik, pasti akan dipertemukan dengan orang baik. Supri kembali
fokus kepada kerjaannya.
Hari-hari berlalu, bulan dan
tahun berganti. Saat lulus SMA Supri tetap sibuk mengurusi pekerjaannya,
dan Ningsih tetap rutin ngorder gorengannya sambil bilang, "Ndak usah dikirim.. Itu aku beliin buat kamu kok.. Aku cuma mau mastiin kamu ndak kelaperan hari ini.."
Lama-lama,
usaha si Supri makin maju. Omzet dari jualan gorengannya udah
milliaran. Instagram Supri isinya bukan cuma gorengan lagi. Tapi lebih
banyak pamer foto dia jalan-jalan ke luar negeri, koleksi mobil-mobil
mewahnya, dan rumahnya yang luar biasa besarnya. Rumah itu terlalu besar
untuk ditinggali sendirian. Ruang tamu 10 hektar, Ruang tidur 2 hektar,
dan TV 14 inch. Dengan begitu, untuk jalan dari ruang tamu sampe ke
dapur, pembantunya terpaksa harus naik metromini.
Tampaknya
Supri mulai lupa bagaimana kehidupan masa lalunya. Apa yang dia lakukan
sekarang cuma sekedar mengejar kesenangannya. Hilang sosok Supri yang
sederhana. Yang muncul sekarang adalah sosok yang sedang "balas dendam"
kepada kejamnya hidup di masa lalu. Tapi mengejar kesenangan pun ada
titik jenuhnya. Titik jenuh itu datang saat semua terasa hambar dan
sia-sia. Tak ada lagi makanan yang terasa enak, karena sudah terbiasa
makan enak. Tak ada lagi rasa syukur, karena hampir lupa rasanya hidup
kekurangan. Semua kemewahan itu benar-benar jadi pemicu kehambaran.
Pemicu kehambaran hidup terbesar adalah saat kita tak punya lagi tujuan
hidup.
Saat rasa hambar menyapa, Supri teringat
kebahagiaan-kebahagian kecil yang dia dapatkan setiap harinya dulu. Ya,
kebahagiaan itu adalah kalimat "Aku cuma mau mastiin kamu nggak kelaperan hari ini".
Dia baru ingat, bagian itu sudah tak ada lagi semenjak Supri terhanyut
dalam kesenangan dan kemewahannya. Supri baru sadar bahwa ada bagian
paling berharga di masa lalunya yang sudah menghilang. Sekecil apapun
sebuah perhatian, kalo hal itu rutin dilakukan, pasti akan berubah
menjadi candu bagi orang yang dikasih perhatian.
Supri
mencoba mencari Ningsih. Dia stalking instagram ningsih. Tapi di sana
cuma ada foto-foto gorengan. Tidak ada foto wajah Ningsih. Supri
bingung, dia tak tau bagaimana dia menemukan orang yang dia tak tau
bagaimana wujudnya. Uang sebesar apapun tak akan mampu membantu Supri
menemukan Ningsih. Ternyata perasaan semacam itu ada ya? Bagaimana
mungkin orang bisa merasa kehilangan, sesuatu yang belum pernah dia
miliki? Itulah manusia. Penuh dengan perasaan tak terduga.
Berbulan-bulan
Supri mencoba mencari tau di mana Ningsih, tapi tak ada hasil. Nomor
Ningsih yang biasanya dipake untuk mesen Gorengan pun tak bisa
dihubungi. Kata operatornya, nomor itu sudah tak terdaftar. Supri merasa
hidupnya semakin kehilangan warna. Segala kemewahannya hanyalah
penghasil tawa, bukan bahagia. Tawa bisa hilang dalam hitungan detik.
Tapi rasa bahagia tak akan hilang ketika diingat, karena akan selalu
terasa menggelitik.
Saat Supri mulai putus asa terhadap
pencariannya, Supri mencoba melakukan hal nekat. Dia ingin kembali
menjadi dia yang dulu. Dengan begitu, dia berharap hidupnya kembali
berwarna karena dia bisa merasakan lagi susahnya merintis karier.
Merasakan lagi kelaparan karena uang pas-pasan. Dan mengalami lagi
sebuah "petualangan", bukan hanya sekedar kesenangan. Dia jual semua
benda mewah yang dia miliki. Rumah, Mobil, segalanya dia jual, lalu
uangnya dia sumbangkan ke Panti asuhan tempat di mana dia pernah tinggal
selama balita.
Praktis, Supri sudah tak punya apa-apa. Tapi
yang jelas, Supri kembali punya tujuan hidup. Ada sedikit uang yang
tersisa. Uang itu dia gunakan bukan untuk jualan gorengan lagi. Dia
ingin mencoba usaha baru, jualan parfum. Kenapa Supri tak mau jualan
gorengan lagi? Karena Supri sudah sukses di bidang itu. Dia tak mau
melakukan hal yang sama, petualangan yang sama dan kesuksesan yang sama.
Yap, kadang manusia tidak mutlak membutuhkan uang, manusia itu selalu
punya jiwa petualang. Di mana uang hanya jadi sarana, jadi pilihan yang
paling tepat untuk bisa menikmati hidup itu adalah dengan memiliki uang
secukupnya, bukan sebanyak-banyaknya. Karena semakin banyak uang yang
dimiliki, maka semakin banyak pilihan hidup yang bisa dipenuhi. Di titik
itu, rasa hambar akan kembali menghampiri.
Supri jualan
parfum via web pribadi dan twitter. Dia berjualan seperti dulu, dengan
harapan dia bisa merasakan indahnya meniti karier seperti waktu itu.
Suatu sore, Supri mendapatkan orderan parfum via SMS, "Mas, aku pesan parfum Hugo Boss Trully Bossy ya.."
Supri pun menjawab, "Oke Bro.. Nanti setelah anda transfer, barang akan saya kirim.."
Pembeli itu membalas lagi, "Kok bro? Saya cewek loh.. hehe."
Supri buru-buru minta maaf, "Maaf, mbak.. Saya kira anda cowok.. soalnya itu parfum untuk cowok.. Maaf.."
SMS itu berbalas lagi, "Haha.. Gapapa.. Uangnya sudah aku transfer sesuai prosedur yang kamu tulis di web. Parfumnya tak perlu dikirim.. Aku cuma mau mastiin, kamu wangi hari ini.. Saat ketemu aku nanti. ;)"
Pembeli itu membalas lagi, "Kok bro? Saya cewek loh.. hehe."
Supri buru-buru minta maaf, "Maaf, mbak.. Saya kira anda cowok.. soalnya itu parfum untuk cowok.. Maaf.."
SMS itu berbalas lagi, "Haha.. Gapapa.. Uangnya sudah aku transfer sesuai prosedur yang kamu tulis di web. Parfumnya tak perlu dikirim.. Aku cuma mau mastiin, kamu wangi hari ini.. Saat ketemu aku nanti. ;)"
Balasan SMS itu membuat senyum simpul penuh kebahagiaan yang sudah lama tak muncul di bibir Supri merekah. Supri pun menjawab, "Terima
kasih ya.. Dari kamu aku jadi belajar: Hidup tanpa punya apa-apa emang
pedih, tapi lebih pedih lagi kalo hidup tanpa punya siapa-siapa,Ningsih.
:)"
-TAMAT-
===========================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar